Sunday, December 18, 2016

Kuliah di Yordania

Tony     2:57 PM    

Sehari yang lalu, saya bertemu dengan seseorang yang menanyakan tindak lanjut sebuah surat yang ditujukan kepada DPR RI tentang permohonan bantuan tiket ke Yordania.  Namun untuk saat ini saya tidak menulis apakah permohonan itu membuahkan hasil atau tidak, tapi saya sangat terinspirasi dengan niat kuatnya dan pegalaman menjadi mahasiswa di negara Yordania.

Herlina, begitu nama yang saya ingat adalah mahasiswi Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Al-albayt University, Mafraq, Yordania, program pascasarjana jurusan ilmu politik yang saat ini telah menyelesaikan seluruh matakuliah dan akan mengajukan proposal tesis sebagai syarat kelulusan dengan judul  Jordan Relations In South East Asia From The Year 2005-2004 “Republic Of Indonesia-A Model”. Awal pertemuan dengan perempuan ini, tidak nampak ciri-ciri seorang mahasiswi yang terlihat intelektual sebagaimana yang saya baca dari data riwayat hidup dan banyaknya pengalaman organisasinya dengan mengantongi kemampuan 3 bahasa sekaligus Arab, Inggris, dan Turki. Perempuan sederhana namun memiliki kekuatan intelektual yang nampak dari tatapan matanya.

Setelah membahas sebentar tentang surat permohonannya, saya tidak menyia-nyiakan waktu untuk mencari jawaban atas keingintahuan saya sejak suratnya ada ditangan saya beberapa bulan yang lalu dan nomor hpnya yang begitu sulit dihubungi karena ternyata telah hilang di bus,  tentang  Yordania dan pengalamannya selama kuliah disana.

Herlina. Dengan modal nekat dan serba kekurangan telah menamatkan S1 di Al-albayt University, Mafraq, Yordania pada tahun 2012-2013 (ushuludin) dan di universitas yang sama dengan modal nekat pula melanjutkan program pasca sarjana selanjutnya diterima walaupun dengan modal IPK yang pas-pasan.

Pertanyaan awal saya, kenapa tidak memilih  kuliah di Mesir atau Saudi Arabia (karena untuk timur tengah saya hanya akrab dengan 2 negara tersebut untuk tujuan mahasiswa Indonesia, bahkan ada sebutan Indonesia ke 2 bagi Mesir dan Indonesia ke 3 untuk Saudi Arabia). Herlina menjelaskan bahwa tantangan untuk menyesaikan S2 di ke dua negara tersebut begitu berat dan butuh perjuangan. Setidaknya memakan waktu 4-5 tahun untuk menyabet gelar master, bahkan sampai 6 tahun, 7 tahun hingga ada yang 10 tahun. Sedangkan untuk perkuliahan di Yordania diselesaikan dapat lebih cepat.  Gelar Master bisa didapat dalam waktu 2 tahun saja sehingga dapat lebih menghemat biaya pendidikan. Menurutnya, kenapa waktu perkuliahaan bisa ditempuh sangat lama karena kehadiran mahasiswa di kelas pada universitas-universitas di Mesir kurang diperhitungkan sehingga umumnya mahasiswa yang kuliah di Mesir banyak menggunakan waktunya untuk mendirikan usaha-usaha seperti pabrik pembuatan tempe dan semakin lama semakin keasikan. Sedangkan jika kuliah di universitas-universitas di Yordania umumnya tingkat kehadiran mahasiswa di kelas harus 85 % sampai dengan 95%.  Herlina tidak menampik bahwa mahasiswa yang sekolah di luar negeri termasuk timur tengah khususnya dengan biaya sendiri atau memiliki orang tua yang kurang mampu, akan melakukan hal yang sama untuk mencari tambahan biaya kuliah dan biaya hidup dengan mencari sampingan salah satunya dengan berjualan.  Seperti dirinya yang dari awal nekat dengan mengandalkan biaya sekolah dari bantuan NGO atau orang-orang yang dikenalnya. Hinga pada saat masuk sebagai mahasiswi pascasarjana harus mengajukan ke rektor dan dekan agar bisa membayar separuh karena tidak dapat membayar full, uang tersebut diperoleh dari hasil uang warung yang dibuka dalam kamar di asramanya yang dikumpulkan selama 1 (satu) tahun.  Uang tersebut digunakan juga untuk membayar asrama dan membeli buku-buku kuliah.  Selain membuka warung didalam kamarnya, Herlina sering membawa mobil rentalan antar jemput mahasiswa arab dan pemandu wisata dengan bermodalkan sim C dari negara Yordania

Management pendidikan di Yordania bisa dikatakan lumayan bagus. Untuk kuliah jurusan ekonomi Islam, salah satu universitas di Yordania adalah rujukan di seluruh dunia. Namun sulit untuk mendapatkan peluang beasiswa disana. Kalau pun mau, harus mendapatkan rekomendasi khusus dari beberapa tokoh yang ada di Indonesia misalkan dari tokoh muhammadiah atau dari Prabowo yang merupakan tokoh istimewa bagi raja Yordania. Herlina pun sedikit berharap kalo yang menjadi presiden Prabowo pasti sangat mudah untuk kuliah di Yordania. Emmm……

Berapa besar biaya perkuliahan di Yordania, saya penasaran sekali. Iuran uang semester di Yordania sistemnya 1 tahun ada 3 semester (First Semester, Second Semester, dan Summer Semester).  Biaya perkulihan dibayarkan perjam yaitu 112, 5 dolar.  Herlina saat ini telah menyelesaikan 24 jam mata kuliah dan 6 jam mata kuliah tambahan, serta 9 jam thesis yang dimulai musim panas. Pada tahap akhir inilah Herlina tidak dapat mengajukan proposal karena terbentur iuran semester musim panas.

Mendengar negara Yordania tentu saja teringat negara-negara disekitarnya di Timur Tengah yang selalu berada dalam peperangan dan konflik-konflik . Bagaimana bisa memilih negara dalam kondisi seperti itu untuk belajar. Herlina menjawab dengan rasa bangganya bahwa Yordania adalah negara teraman di timur tengah, menurutnya Yordania adalah negara yang tidak tersentuh  karena negara bekas kekuasaan Inggris. Ooo begitu…jadi tambah penasaran dengan negara ini jadinya…

Yordania ialah sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Suriah di sebelah utara, Arab Saudi di timur dan selatan, Irak di timur laut, serta Negeri Israel dan Tepi Barat di barat. Yordania adalah negara kerajaan dengan banyak pegunungan, sangat jarang ditemukan daerah yang datar dan landai seperti di Mesir, di kota Amman sendiri juga berbukit-bukit.

Negara yang terkenal dengan Laut Mati-nya itu ternyata memiliki nilai tukar uang yang tinggi. 100 dollar setara dengan 70 jidi (mata uang Yordan). Walaupun demikian, biaya hidup disana ternyata juga sangat tinggi bahkan kehidupan disana tidaklah lebih sejahtera dari pada Mesir. Bayangkan saja, Rp. 5.000.000/bulan merupakan biaya hidup pas-pasan disana. Segalanya mahal, sewa rumah sederhana di Yordan sama dengan rumah ber-AC di Mesir. Pantas saja hanya 70-an WNI yang berminat melanjutkan study disana dan itupun orang-orang kaya yang sebagian mereka punya mobil pribadi.

Dari segi transportasi, negeri yang terkenal dengan goa Ashabul Kahfi itu untuk angkutan umum, tidak ada bus, angkot, motor dan sebagainya, cuma ada taksi. Terjawab sudah kenapa Herlina punya sim C dan jadi supir bus rentalan. Pembayaran taxi di sana tidak memakai sistem argo, tapi menggunakan sistem kesepakatan dan itupun terkadang masih mahal. Jarak tempuh satu kilometer bisa merogoh kocek Rp. 30.000 kalau dirupiahkan.

Soal interaksi sosial masyarakat Yordania (dan masyarakat Arab kebanyakan) adalah pribadi-pribadi yang cool dan cuek. Kita tidak akan ditegur sapa, dicandai dan sebagainya. Mereka sedikit membosankan dan sangat tidak komunikatif. Sebagai negara yang juga mayoritas penduduknya Muslim dalam hal busana hijab tidak terlalu fanatik tapi hampir seperti Indonesia ada yang tidak perhijab, berhijab tapi belum sar’i, ada juga yg berjilbab sar’i.

Dari segi sumber daya alam, sangat susah untuk mendapatkan air apalagi untuk mandi mungkin karena daerahnya yang lebih banyak pegunungan . Dari sektor pariwisata Yordania sudah banyak menjadi destinasi tujuan wisata turis -turis mancanegara antara lain ada Laut Mati, Petra, Goa Ashabul Kahfi, Roman Theater dan Hercules Temple.

Setelah mendengar banyak cerita Herlina, baru saya yakin perempuan ini benar-benar nekat dengan pilihanya kuliah ke Yordania bukan negara Timur Tengah lain  seperti Mesir, dimana menurut informasi yang saya peroleh peluang beasiswa banyak, biaya hidup murah, sumber daya air melimpah, tempat wisata keren abis dan interaksi sosial bagus.

Sebenarnya selepas kuliah di Yordania nanti apa cita-cita Herlina ? ….  Saya tertegun mendengar jawabnya bahwa dia akan mengajar dan mengabdikan Ilmunya untuk masyarakat pedalaman di Indonesia Timur bukan menjadi politikus, Pejabat, atau PNS. Dengan berbekal SI Ilmu pendidikan dan S2 Ilmu Politik Herlina berharap dapat mengolah dan mengawinkan ke dua Ilmu itu untuk kemajuan bangsa ini. Saya melihat matanya berkaca-kaca, ada dorongan kuat ketika mengungkapkan keinginanya untuk membuktikan kalau bangsa Indonesia bukan bangsa miskin dan bangsa babu. Itu yang umumnya negara lain tahu tentang Indonesia.

Dan Herlina saat ini sedang berjuang…perjuangan mendapatkan dukungan untuk mewujutkan cita-citanya…Apakah ada yang perduli dengan perjuangkan Herlina ?

(sumber)

About

Kuliah Timteng adalah Study in Arab and Iran University (SiAIU). Sebuah blog mengenai studi di luar negeri.

Support

Blog Archive

Subscribe to Newsletter

We'll never share your Email address.
© 2015 Kuliah Timteng. Designed by Bloggertheme9. Powered by Blogger.